Pemberitahuan :

1. Copy Menggunakan CTRL + C.

2. Highlight Transparan Kecuali Blockquote.

3. Silahkan Contact Saya Bila Ada Yang Erorr

Frans Yesekel Is Valid HTML5
Aryoz Comunity Lank Cyber4rt Re-Vunsblade™ Cleventer-Creation™ Orblues banner
Posted by : FRANS YESEKEL Jumat, 21 Februari 2014

MENURUT hikayat, asal-usul Kerajaan Purba dimulai di kampung Tungtung Batu daerah Pakpak. Pada saat itu, terjadi suatu bencana yaitu mengganasnya sejenis burung buas yang oleh penduduk setempat disebut Manuk-Manuk Sipitu Ulu (Burung Berkepala Tujuh) atau Manuk Nanggordaha. Burung tersebut sudah banyak memakan korban terutama anak-anak yang menjadi mangsa kegemarannya. Karena dahsyatnya bencana tersebut, maka raja di daerah itu, Raja Silima Pungga-Pungga, membuat sayembara bahwa siapa yang dapat membunuh burung ganas itu, ia akan dikawinkan dengan putri raja dan diangkat menjadi Raja Pandua atau wakil raja.

BERITA sayembara tersebut begitu meluasnya, hingga sampai terdengar ke daerah Kampung Batu Sarindan daerah Singkel, Aceh Selatan. Di kampung Batu Sarindan ada seorang tua bernama Tuan Pintu Batu yang mempunyai putra tunggal bernama Raendan.
Pemuda Raendan meminta izin pada orang tuanya untuk mengikuti sayembara tersebut. Pada mulanya, Tuan Pintu Batu merasa keberatan mengingat Raendan adalah anak satu-satunya, tetapi karena desakan yang terus-menerus dari si anak, maka ia merelakan juga. Sebelum pergi, si anak diberi sebuah senjata pusaka yaitu Ultop (Sumpit) dengan Likkit Beracun.
PEMUDA ini pun mulailah mengembara untuk mencari burung tersebut. Setelah sekian lama mengembara, maka datanglah burung tersebut untuk kembali memangsa anak-anak. Begitu bertemu dengan burung itu segera si pemuda menghembuskan Ultop-nya kearah burung itu, tetapi ternyata bidikannya meleset sehingga burung itu tidak mati, malah terbang lagi dari satu pohon ke pohon lainnya.
PERISTIWA mengejar burung itu berlanjut sampai berbulan-bulan, sehingga tanpa terasa telah banyak daerah yang dilewati dan kemudian sampailah ia pada suatu daerah yang bernama Nagur Araja. Kebetulan di daerah itu sedang terjadi peperangan sehingga tertangkaplah si pemuda Raendan ini oleh tentara Raja Tuan Nagur Raja. Di hadapan raja, kemudian ia menceritakan pengalamannya tentang berburu burung ganas. Karena raja merasa bahwa ceritanya adalah benar dan yakin bahwa ia bukan seorang mata-mata musuh, maka raja membatalkan penahanan terhadapnya dan memutuskan bahwa si pemuda Raendan harus menjadi abdi raja.
SELAMA mengabdi kepada raja, si pemuda Raendan kemudian berhasil membentuk Pasukan Khusus Sumpit Berbisa yang ternyata telah banyak memenangkan peperangan. Dan karena jasa-jasanya inilah kemudian ia dinikahkan dengan putri raja yang bernama Tapi Omas boru Damanik.
BEBERAPA lama kemudian, raja mengajak Raendan untuk berburu. Tak disangka-sangka, pada saat berburu itu, si Raendan bertemu dengan burung ganas yang telah diburunya mulai dari kampung Tungtung Batu di daerah Pakpak. Maka pengejaran terhadap burung itu pun dilakukan lagi dan kali ini tembakan sumpitnya tidak meleset, tapi anehnya burung itu belum mati malah tetap terbang dari satu pohon ke pohon lainnya dengan meninggalkan luka sumpit.
PENGEJARAN pun sampailah di daerah sekitar Pematang Purba sekarang, di mana burung itu menjadi lelah terbang karena luka sumpit, dan akhirnya jatuh dan mati. Dengan membawa bangkai burung itu sebagai bukti pulanglah si Raendan ke Nagur Araja. Tapi ternyata dalam perjalanan pulang, dia tersesat di sebuah kampung yang bernama Simallobong yang dipimpin oleh Tuan Simallobong Damanik yang ternyata masih keturunan Raja Nagur, sehingga dengan cepat terjadi keakraban di antara keduanya. Maka tinggallah Raendan untuk beberapa lama di kampung itu.
PADA suatu hari datanglah mertua Tuan Simallobong Damanik yang bernama Tuan Silampayung Saragih untuk berkunjung. Pada kunjungan itu, Tuan Silampayung Saragih membawa juga adiknya yang berparas cantik. Raendan merasa terpikat oleh kecantikan Putri Saragih dan ternyata si Putri pun merasa terpikat.
AGAR si "pemuda" Raendan dapat menikah dengan si Putri, maka ia secara diam-diam pindah dari kampung Simallobong dan membuka ladang pertanian di daerah pinggiran kampung itu. Di situlah ia menikah dengan si Putri, hidup rukun dan damai untuk beberapa lama.

TETAPI akhirnya berita perkawinan mereka sampai juga ke telinga Tuan Simallobong Damanik, yang membuatnya marah karena si "pemuda" Raendan sebenarnya telah menikah. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan karena perbuatannya telah diketahui, maka mengungsilah Raendan ke daerah Pematang Purba di mana dia membunuh burung ganas dulu.

DI daerah Pematang Purba, Raendan juga membuka ladang pertanian. Dan berkat ketekunannya, ladang itu menghasilkan panen yang luar biasa melimpah sehingga saking begitu melimpahnya si Raendan memberikan sebagaian hasil panennya kepada para tetangga. Lama-kelamaan si Raendan menjadi tempat untuk meminta tolong bagi banyak orang di sekitarnya dan ternyata dia juga tidak segan-segan dalam menolong orang lain, sehingga ia menjadi orang yang sangat dihormati dan kemudian dipanggil Tuan Purba.
LAMA-KELAMAAN nama Tuan Purba ini juga terdengar oleh Tuan Simallobong, yang menganggapnya sebagai saingan. Maka Tuan Simallobong mengirimkan perintah agar si Putri (istri Tuan Purba) dipulangkan dan ia harus pergi meninggalkan daerah itu. Tapi perintah itu tidak digubris, malah Tuan Purba menyatakan bahwa tanah tempat dia sekarang tinggal adalah tanah miliknya. Mendengar hal itu Tuan Simallobong menjadi marah dan dia meminta Tuan Purba mengucapkan sumpah di depan para dukun dan semua orang, yaitu apabila setelah sumpah itu diucapkan ia masih hidup maka tanah itu menjadi miliknya.
TANTANGAN itu diterima oleh Tuan Purba dan ia meminta beberapa waktu untuk bersemedi. Ternyata Tuan Purba pulang ke kampung ayahnya untuk meminta petunjuk. Oleh ayahnya, ia dibekali dengan segenggam tanah, selembar ampang (kulit kambing), dan air satu tatabu (labu). kemudian berangkatlah ia kembali ke Pematang Purba.
SETELAH waktu yang ditentukan tiba, maka berkumpulah semua orang dari sekitar daerah Purba, wakil-wakil rakyat dari semua daerah di Simalungun di Tigarunggu di mana sumpah itu akan diucapkan. Kemudian Tuan Purba mengambil tanah yang dibawanya dari kampunng ayahnya, dialasinya dengan ampang dan duduk di atasnya. Kemudian ia mengambil tatabu dan mulai meminum airnya sambil bersumpah : “Anggo lang tanohku na huhunduli on, janah bahku na huinum on, mateima ahu. Tapi anggo tanohku do na huhunduli on janah bahku do na huinum on, ahu ma hot jadi Tuan ijon”. (Kalau bukan tanahku yang kududuki ini dan bukan airku yang kuminun ini, maka matilah aku. Tapi kalau ternyata tanahku yang kududuki ini, dan airku yang kuminum ini, maka jadilah aku Tuan di sini).

TERNYATA sampai beberapa lama, Tuan Purba tetap segar-bugar. Akhirnya semua masayarakat menyatakan bahwa Yang Mahakuasa merestui Tuan Purba menjadi tuan di daerah itu yang kemudian menjadi terkenal menjadi Tanah Purba.
PADA tahun 1515, Raendan dinobatkan menjadi Tuan Purba/Raja Purba dengan marga Purba Pakpak mengingat dari daerah Pakpaklah ia mulai pengembaraannya. Dan sejak itu, resmilah Kerajaan Purba menjadi kerajaan keenam di daerah Simalungun, setelah kerajaan Dolog Silau, Tanoh Jawa, Panei, Raya, dan Siantar.
DARI cerita itu, dianggap bahwa Tukang Sumpitlah ompung dari Purba Pakpak.

Leave a Reply

Translate

Entri Populer

About

Foto Saya
Jika Sobat Mau Tahu Profil Lengkap Ku , Klik
Diberdayakan oleh Blogger.

Pageviews

Followers

ATTENTION!

Review www,fransyesekel.blogspot.com on alexa.com

Stats

ONLINE

Komentar Terbaru